SELAMAT DATANG

. . . LEBARAN ISTIMEWA . . .



Allahu akbar… Allahu akbar… Allahu akbar… gema takbir bersahutan sesaat setelah adzan magrib berkumandang di penghujung malam terakhir bulan ramadhan ini. Malam ini, adalah malam yang begitu dinanti para muslimin di seluruh dunia. Masyarakat di daerahku menyebut malam ini ‘malam takbiran’ karena, malam ini dipenuhi alunan takbir kemenangan atas ramadhan yang telah dilaksanakan.
“Ya Allah… terimakasih atas semua nikmat yang telah Engkau beri pada hamba-Mu ini, terimakasih karna Engkau telah mempertemukan hamba dengan ramadhan dan malam idul fitri saat ini, terimakasih karena Engkau memperlancar rencana pernikahan hamba dengan seorang adam yang begitu hamba sayangi… terimakasih ya Allah…” Ucap syukurku usai shalat magrib malam ini. Rasanya, aku sudah tak sabar lagi menunggu hari nan fitri tiba esok pagi. Terlebih, tepat di hari ke tujuh setelah idul fitri, aku dan Fandy akan melangsungkan pernikahan masih di suasana hari raya. Di tengah lamunan dan ungkapan syukurku pada-Nya, motorolla mungilku bernyannyi-nyanyi menghentikan lamunanku malam itu,
“Halo sayang…” Ujar Fandy dari kediamannya yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari rumahku..
“Hei…”
“Ra… rasanya aku tuh pengen cepet-cepet pagi deh!” Ujar Fandy tanpa basa-basi
“Hem… ga sabar karena idul fitri, atau… ga sabar untuk pernikahan kita?” kataku meledek
“Zahra… kamu tahu aja, ya pastinya aku udah ga sabar menanti dua kejadian indah itu”
Kuakui, kami memang telah sangat menanti dua kejadian di bulan syawal tahun ini, undangan pernikahan kamipun telah tersebar luas untuk kerabat, teman serta tetangga. Itulah satu alasan mengapa tahun ini, ayah menyarankan agar aku merayakan idul fitri bukan di kampung halaman, “Biar saja keluarga kita yang datang ke Jakarta, sekaligus menghadiri pesta pernihanmu sayang” begitu ujar ayah beberapa hari lalu.
“Ra… ko kamu diam aja sih,,” Ucap Fandy menghentikan lamunanku itu.
“Iya sayang… aku juga makin deg-degan menghadapi pernikahan kita” Ujarku
pembicaraan panjang kamipun berakhir ketika bunda memenggilku untuk bertakbir bersama di mushola di rumahku… setelah hampir tegah malam berlalu, aku dan keluarga pergi tidur. Sesampai dikamar, motorollaku memberitahukanku bahwa ada satu pesan singkat hadir… ku buka dan segera kubaca pesan singkat dari Fandy yang hadir satu jam lalu…
“Zahra… kau adalah bungaku, bunga jiwaku… aku sayang kamu, tenang dan janganlah kamu gelisah menghadapi hari baru hubungan kita… aku yakin Allah akan memberi kebahagiaan untuk aku dan kamu… kebahagiaan yang mungkin tak pernah kita kira…”
= = =
Malam dingin itu, tiba-tiba saja menjadi hangat kala mentari pagi mengambil alih shift kerja menggantikan indah dewi malam yang harus menghilang. Namun, takbir masih terus menggema membuat aroma hari nan fitri begitu terasa. Puluhan, ratusan, bahkan mungkin ribuan warga di komplek perumahan tempatku tinggal ini, berbondong-bondong menuju mesjid ditengah komplek bersama sanak saudara, teman, atau mungkin pasangan mereka… pagi ini, keluarga Fandy melewati rumahku untuk sampai di mesjid kebanggaan kami. Keluarga kamipun berangkat ke mesjid bersama tentunya dengan sangat bahagia… rasa bahagiapun tak dapat kubendung, aku tersenyum manis kepada Fandy tanpa satu katapun keluar dari bibirku, akupun menyembunyikan wajahku di balik kain yang hanya sekadar menutupi sebagian uraian rambut panjangku… iapun menyunggingkan senyumnya untukku seolah ia tahu kalau hari ini aku begitu bahagia… “Aku sayang kamu”  bisiknya padaku. Aku makin bahagia mendengarnya. Melihat wajah Fandy yang secerah pagi ini, aku merasakan satu hal yang berbeda dari biasanya… perasaan ini belum pernah kualami sebelumnya, entah mengapa ditengah bahagiaku pagi ini aku merasa takut kehilangan senyumnya. Padahal saat ini ia berada di sisiku dan beberapa hari lagi ia akan menjadi suamiku…
= = =
Shalat ied pun telah usai, bilal tak henti – hentinya mengumandangkan takbir, membesarkan asma Allah… entah mengapa dihari nan fitri dan bahagia ini, air mataku jatuh tanpa ku sadari… mungkin ini adalah tangis kebahagiaanku atau tangisku akan dosa-dosaku selama ini… ditengah tangis, bilalpun menghentikan takbir kala itu, suasana mesjipun sedikit ricuh tak seperti biasanya. Aku merasa bingung, aku tak tahu apa yang tengah terjadi dibarisan laki-laki yang jauh ada didepan barisan shalat wanita. Beberapa saat kemudian, tampak beberapa lelaki membopong tubuh seorang adam yang mengenakan baju koko putih nan cerah dengan balutan kain sarung sutra yang indah… akupun memperhatikan mereka yang baru saja keluar mesjid. “Ya Allah… Kak Fandy,” Lirihku saat melihat peci yang dikenakan lelaki yang dibopong itu adalah pemberianku untuk Fandy… tanpa pikir panjang lagi, segera kuberlari ke arahnya… dan benar saja, lelaki itu adalah calon suamiku. Seketika saja pipiku telah dibanjiri air mata… Saat kakiku melangkah keluar mesjid, samar  ku dengar pengurus mesjid yang tengah mengumumkan akan kepergian Fandy keharibaan-Nya. Hatiku makin tersayat kala itu, “Ya Allah… cobaan apa lagi ini? Mengapa airmata duka harus mengalir di hari bahagia ini?”
= = =
Tanpa basa basi lagi, ayah menceritakan semua hal yang ayah alami disaat-saat terakhir Fandy, seolah ayah tahu bahwa aku begitu ingin tahu akan kejadian apa yang melanda adam yang paling kucintai itu. Ayah bilang, ketika shalat hari raya telah usai, Fandy langsung memohon ampun pada papanya yang duduk tepat disampingnya, ia juga memohon maaf pada ayahku yang memang satu shaf shalat waktu itu. Ayah dan calon mertuaku sama sekali tak menyangka kalau detik itu adalah saat terakhir Fandy menghirup nafas dunia. Usai imam selesai berdzikir dan memanjatkan do’a, hingga ceramah dari ulama terkenal yang memang tiggal dikomplek ini telah usai, dirinya sama sekali tak membuka kelopak matanya yang terpejam serta tangan yang dihaturkan ke atas untuk berdo’a pada yang maha kuasa. Sejenak ayahkupun tersadar, melihat tingkah aneh calon menantunya… iapun berkali – kali memanggil Fandy untuk mengingatkannya. Tapi, melihat wajah Fandy yang khusuk berdo’a, ayahkupun tak kuasa mengganggunya dalam do’a yang tulus ia panjatkan. Tak lama, papa Fandypun melakukan hal yang sama, namun reaksi dari Fandy tetap tidak ada. Wajahnya begitu cerah dengan senyum ikhlas berdo’a dihadapan-Nya. Melihat sesuatu yang aneh kala itu, papanya Fandy langsung sedikit menggoyah tubuh anak semata wayangnya itu, seketika tubuh Fandy tergeletak saat mendapat guncangan kecil dari papanya. Sadar bahwa Fandy telah tiada, ayah mengerahkan beberapa pemuda untuk membantunya membopong jenazah Fandy ke rumah, dan langsung memberitahu pengurus mesjid atas wafatnya calon suamiku itu.
= = =
“Ya Allah… ampunilah hamba yang telah berburuk sangka pada – Mu… Engkau mengambilnya dariku, karena Engkau ingin memberitahuku bahwa Engkau jauh lebih mencintai Fandy daripada aku, Ampuni hamba ya Allah… ternyata engkau begitu pencemburu, ampuni hamba ya Allah… karena cintaku pada Fandy dulu melebihi cintaku pada – Mu…” Lirihku usai shalat isya malam ini. Rasanya kejadian itu baru saja aku alami, gerimis air matapun kini telah basahi pipi merahku sampai jilbab kecil yang baru ku kenakan beberapa bulan lalu.
“Zahra…” Panggil mama dari balik pintu kamarku yang masih tertutup
“Iya ma…” Jawabku, sambil segera membukakan pintu untuknya.
Kamu sudah siap belum? Nak Zaki dan keluarganya sudah datang…” Ujar mama tanpa basa basi
“Iya ma… sebentar Zahra turun.”
Mamapun melangkah meninggalkanku yang masih berada di depan pintu kamar… bergesas aku berdandan untuk lamaran ini, dan beberapa menit kemudian aku telah siap.
“Kak Fandy, hari ini tepat hari ke tujuh dibulan syawal… dua tahun lalu, hari ini adalah hari yang kita nantikan, tapi… hari ini mas Zaki akan meminangku untuk menjadi istrinya. Kemudian usai idul adha nanti, kami akan melangsungkan pernikahan. Tetap dihari ketujuh belas dzulhijah…” Ujarku sambil memandangi foto kak Fandy yang memang masih kusimpan. Kali ini, air mata tak banjiri pipiku… bukan karena aku tidak merasa kehilangan, tapi karena ku tlah ikhlas melepas kepergiannya… dan hal itu adalah terbaik untuk kami… “Zahra… kau adalah bungaku, bunga jiwaku… aku sayang kamu, tenang dan janganlah kamu gelisah menghadapi hari baru hubungan kita… aku yakin Allah akan memberi kebahagiaan untuk aku dan kamu… kebahagiaan yang mungkin tak pernah kita kira…” pesan terakhir kak Fandy itupun selalu membayangi pikirianku… dan kini kumengerti… aku telah mendapatkan sebuah kebahagiaan yang tak pernah kuduga, semoga kamu mendapatkan kebahagiaan diharibaan-Nya… Kemudian kakiku membawaku melangkah menuju ruang tengah rumah yang memang telah dipadati oleh sanak saudara untuk acara lamaran ini. Disudut ruanganpun, tampak kulihat jelas wajah bahagia Tante Santi dan Om Firdaus orangtua kak Fandy…
= = =
“Zahra… kau adalah bungaku… kau tampak sangat manis dengan balutan jilbab sekarang. Zahra, aku mohon, jadilah istri yang baik untuk Zaki… dia adalah sahabatku yang dulu sangat kau kagumi. Jika kita memang berjodoh,kita pasti akan dipertemukan di syurga – Nya…”
“Astagfirullah, Kak Fandy…” Ujarku kaget, ketika adzan subuh baru saja berkumandang…
“Mimpi itu… ”
Segera kubasuh wajahku dengan air wudlu dan bergesas shalat subuh pagi ini… takbirpun masih terdengar dari malam tadi, karena hari ini adalah hari raya kurban… usai shalat hatiku menjadi lebih tenang… mimpi itu telah tiga kali aku alami, tapi itu hanyalah bunga tidurku. Dimimpi itu, kulihat wajah tampan kak Fandy dengan senyum andalananya… tubuhnyapun dibalut koko putih nan cerah tepat dengan kain sutra yang indah serta peci manis pemberianku, persis seperti saat terakhir aku melihatnya menghirup nafas di dunia… air matapun kembali hujani pipiku, bukan karena ku menangisi kepergiannya lagi, tapi karena mimpi itu telah beritahuku bahwa dirinya telah mendapatkan kebahagiaan diharibaan…
= = =
Ketika shalat ied usai, ku merasa ada sesuatu yang aneh terjadi pada diriku… aku begitu merasa kedinginan dihangat pagi indah ini, seketika kepalaku terasa sangat berat… tulang belakangku sakit sekali, tak kuasa menegakkan tulang ini, tubuhkupun terjatuh. Kejadian dua tahun silam yang menimpa calon suamiku… terjadi padaku, namun aku masih sadar saat melihat beberapa orang memabawaku ke rumah sakit terdekat. Aku langsung memasuki ruangan dingin berAC dengan berbagai alat kedokteran dipasang disekucur tubuhku… akupun melihat wajah mama dan ayah dibalik kaca yang memisahkanku dengan mereka. Disanapun tampak Zaki yang terus memberiku semangat. Calon suamiku itu, memang begitu istimewa… aku melihat mama yang sibuk berbincang dengan dokter jaga waktu itu, mungkin mama memintanya untuk menghubungi dokter Fadli yang memang telah menangani kanker yang bersarang ditubuhku hampir satu tahun ini… benar saja dugaanku, tak lama kemudian doker Fadlipun telah hadir dihadapanku dan segera memeriksa keadaanku…
“Bagaimana keadaan Zahra Fad, “ Ujar Zaki pada temannya yang juga sahabat Fandy
“Zak.. Zahra harus dioperasi sekarang, gw rasa kalo kanker itu ga diangkat sekarang, Zahra ga akan kuat.
“Tapi gimana sama keadaannya?
“Jantung dan paru-parunya cukup baik, kita hanya tinggal menunggu hasil tes darahnya untuk mengambil keputusan kapan operasi pengangkatan rahimnya…
“Yang sabar ya Zak…
Dengan menghela nafas panjang… aku coba menahan emosiku itu, aku melihat kesedihan kini bersarang diwajah mama dan ayah Zahra… kemudian kubuka ruang rawat calon istriku dan menghampirinya… kulihat senyum manisnya saat ia melihatku menghampirinya.
“Mas, aku ga apa-apa kok
“Zahra…
“Mas, aku beberan ga apa-apa, mungkin aku cuma kecapean aja
“Zahra… Fadli akan mengangkat rahim kamu…” Seketika wajah ayu Zahra berubah padam. Ia tampak shock.. melihatnya begitu, aku merasa sangat bersalah…
“Ini demi kebaikanmu sayang…” Ia masih saja menangis tak harapkan pengankatan rahimitu terjadi.
“Maafin aku mas, tapi… kalau hal itu terjadi, aku ga akan pernah bisa punya bayi mas,
“Aku ngerti, tapi yang penting bagiku sekarang adalah kamu… kesehatan kamu Zahra…”
= = =
Beberapa jam lalu, hasil tes darah Zahra telah keluar. Dan Fadli menyarankan untuk segera melaksanakan operasi terhadap Zahra… aku tak tahu bagaimana, dihadapanku kini terolek wanita yang aku sayangi tengah tertidur pulas… Rasanya kutak sanggup memberitahunya bahwa ayahnya telah membuat surat persetujuan tindakan medis berupa operasi yang akan dilaksanakan tepat satu jam lagi… seketika wanita dihadapanku itu terbangun dari tidurnya, wajahnya begitu pucat…
Ada apa mas,” ia melayangkan pertanyaan itu, seolah ia tahu ada sesuatu yang tengah mengganggu pikiranku
“Ga ada apa-apa Zahra… kamu cepet sembuh ya…
“Iya… aku mau cepet sembuh mas, aku mau kita dapat melangsungkan pernikahan kita…
Aku hanya tersenyum mendengarnya. Tak kuasa menahan emosiku lagi, akupun menjatuhkan air mata didepan calon istriku ini…
“Kenapa mas menangis?
“Aku ga apa-apa kok, kamu istirahat lagi ya…
“Aku sayang kamu Zahra…
Hanya dengan senyumnya, ia membalas ungkapan cintaku waktu itu, iapun tertidur pulas tak lama setelah mata indahnya terpejam. Mata indah itupun kini terpejam untuk selamanya…




Oleh. Dhita Windi Wardani

0 komentar:

Posting Komentar

Flag Counter